Monday, April 14, 2014

Kemiskinan dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Apa yang kamu pikirkan ketika membaca judul artikel ini? Pasti di benak kamu muncul banyak sekali pertanyaan mengenai kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Saya akan mencoba membantu pemahaman kalian. Karena saya basicly orang ekonomi, yang akan saya bahas di artikel ini adalah seputar teori kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan dari sudut pandang orang ekonomi dan situasi real yang ada di Indonesia.  So, happy reading this article.


Kemiskinan

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu, umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini, mereka yang dikategorikan miskin adalah mereka yang tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Mereka umumnya tinggal di pemukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan buatan terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, meliputi aspek sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan individu.
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.

Rancangan Masalah:
  1. Apa penyebab kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan?
  2. Apa standar kemiskinan?
  3. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia?
  4. Bagaimana cara mengukur kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan?
  5. Apa pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan?




Definisi Kemiskinan

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam tiga kategori , yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan cultural. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standar yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat (negara). Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah US$1 per hari. Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan, namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Menurut Bank Dunia, kemiskinan relative adalah hidup dengan pendapatan dibawah US$2 per hari. Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tunawisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin.
== Diskusi tentang kemiskinan ==ad
  • Dalam sebuah lingkungan belajar, terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow (kebutuhan i beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.


Mengukur Kemiskinan
  1. Garis Kemiskinan (GK), sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
    Rumus Penghitungan:
    GK = GKM + GKNM
    è GK= Garis Kemiskinan
    GKM= Garis Kemiskinan Makanan
    GKNM= Garis Kemiskinan Non Makan
    Teknik penghitungan GKM:
    Dimana:
    GKMj = Garis Kemiskinan Makanan daerah j.
    Pjk = Harga komoditi k di daerah j.
    Qjk = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j.
    Vjk = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j.
    j = Daerah (perkotaan atau pedesaan)
  2. Persentase Penduduk Miskin, sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
    Rumus Penghitungan:
    Dimana:
    α = 0
    z = garis kemiskinan
    yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
    q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
    n = jumlah penduduk
  3. Indeks Kedalaman Kemiskinan, sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
    Rumus Penghitungan:
    Dimana:
    α = 1
  4.  Indeks Keparahan Kemiskinan, sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan: 


Dimana:

α = 2


Penyebab kemiskinan


Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
  • penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
  • penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
  • penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
  • penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
  • penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Menghilangkan kemiskinan


Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
  • Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
  • Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
  • Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.

Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu.

Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan pedesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan maupun gereja.
Di Indonesia, program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan seperti pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini, masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukkan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka.
Dalam masa pemerintahan SBY, telah dicetuskan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) untuk memberantas kemiskinan. Program itu direalisasikan melalui beberapa kegiatan, seperti pemberian bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, pengembangan usaha kecil dan mikro, serta program pro-rakyat penyediaan prasarana dan sarana murah.


Lingkaran Perangkap Kemiskinan
 





Bagan Kemiskinan



Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia
 

Berdasarkan data pemerintah, seperti dilansir Badan Pusat Statistik, jumlah orang miskin di Indonesia hingga September 2013 mencapai 28.553.930 jiwa. Sementara pendapatan negara, menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia, mengalami kenaikan di tahun 2013. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2013 direncanakan Rp1.507,7 triliun atau naik 11 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2012.
Program-program pemberantasan kemiskinan yang dianggarkan tidak sejalan dengan fakta di lapangan. Pada tahun 2012, jumlah angkatan kerja Indonesia tercatat 118,05 juta orang. Pada Februari 2013, jumlah angkatan kerja tercatat bertambah menjadi 121,19 juta orang dan pada Agustus 2013 jumlah angkatan kerja tercatat 118,19 juta orang. Jumlah ini akan terus bertambah pada tahun depan yang mencapai sekitar 124,42 juta orang. Dari angka pada Agustus 2013, sekitar 28,4 juta orang di antaranya berpendidikan SD ke bawah. Sektor tenaga kerja yang paling banyak diserap adalah pertanian yang mencapai 34,36 persen, perdagangan 21,42 persen, jasa kemasyarakatan 16,44 persen dan industri 13,43 persen. Tingginya penyerapan di sektor pertanian disebabkan oleh rendahnya pendidikan rakyat Indonesia.

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS
 

1. Inflasi
Pada November 2013 terjadi inflasi sebesar 0,12 persen. Inflasi tahun kalender 2013
sebesar 7,79 persen dan tingkat inflasi November 2013 terhadap November 2012 (yon-y) sebesar 8,37 persen.
2.   Pertumbuhan PDB
 PDB triwulan III-2013 tumbuh sebesar 5,62 persen dibanding PDB triwulan                 
III-2012 (y-on-y).
 PDB triwulan III-2013 tumbuh sebesar 2,96 persen dibanding PDB triwulan                 
II-2013 (q-to-q).
6.   Ketenagakerjaan
 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2013 sebesar 6,25 persen.
 Dalam setahun terakhir (Agustus  2012–Agustus 2013), jumlah penduduk
yang bekerja mengalami kenaikan terutama di Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 1,1 juta orang (6,49 persen), Sektor Perdagangan sebanyak 580 ribu orang (2,50 persen), serta Sektor Keuangan sebanyak 250 ribu orang (9,40 persen).
7.   Upah Buruh
 Upah nominal harian buruh tani dan buruh bangunan November 2013 naik
masing-masing sebesar 0,37 persen dan 0,59 persen dibanding upah nominal
bulan sebelumnya, sedangkan upah nominal bulanan buruh seluruh industri
naik 0,38 persen dari triwulan I-2013 ke triwulan II-2013.
 Upah riil harian buruh tani November 2013 naik sebesar 0,23 persen dibanding
upah riil bulan sebelumnya, upah riil harian buruh bangunan November 2013
naik 0,47 persen dibanding upah riil bulan sebelumnya, dan upah riil bulanan
buruh seluruh industri triwulan II-2013 turun sebesar 0,51 persen dibanding
triwulan I-2013.
9.   Harga Pangan
 Rata-rata harga beras November 2013 sebesar Rp11.011,00 per kg, naik 0,22
persen dari bulan sebelumnya.
 Harga susu kental manis naik 1,05 persen sedangkan harga cabai rawit turun 23,47 persen; cabai merah turun 9,69 persen; daging ayam ras turun 6,03 persen; telur ayam ras turun 3,90 persen.
17.    Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2013 sebanyak 28,07 juta orang (11,37
persen), turun 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim angka kemiskinan Indonesia setiap tahun mengalami penurunan. Penurunan tersebut ditopang oleh lima factor, misalnya selama periode 2013. Pertama, sepanjang 2013 inflasi umum relatif rendah yakni 0,12 persen. Kedua, upah nominal buruh tani dan buruh bangunan meningkat selama periode tersebut masing-masing sebesar 0,37 persen dan 0,59 persen. Ketiga, rata-rata harga beras relatif stabil tercatat pada November 2013 sebesar Rp.11.011,- per kilogram.
Keempat, PDB Indonesia semakin kuat. Pada triwulan III 2013, PDB tumbuh sebesar 5,62 persen dibanding PDB triwulan III 2012 (y-on-y) dan tumbuh sebesar 2,96 persen dibanding PDB triwulan II 2013 (q-to-q). Kelima, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yang juga ikut susut yang tercatat 5,92 persen pada Februari 2013 dari kondisi Agustus 2012 sebesar 6,14 persen.


Upah Minimum

       Komponen Kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan Upah Minimum, dimana dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja dalam memenuhi kebutuhan mendasar yang meliputi kebutuhan akan pangan 2100kkal per hari, perumahan, pakaian, pendidikan dan sebagainya.

Awalnya penghitungan upah minimum dihitung didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), Kemudian terjadi perubahan penghitungan didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Perubahan itu disebabkan tidak sesuainya lagi penetapan upah berdasarkan kebutuhan fisik minimum, sehingga timbul perubahan yang disebut dengan KHM. Tapi, penetapan upah minumum berdasarkan KHM mendapat koreksi cukup besar dari pekerja yang beranggapan, terjadi implikasi pada rendahnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat terutama pada pekerja tingkat level bawah. Dengan beberapa pendekatan dan penjelasan langsung terhadap pekerja, penetapan upah minimum berdasarkan KHM dapat berjalan dan diterima pihak pekerja dan pengusaha.
Perkembangan teknologi dan sosial ekonomi yang cukup pesat menimbulkan pemikiran, kebutuhan hidup pekerja bedasarkan kondisi "minimum" perlu diubah menjadi kebutuhan hidup layak. Kebutuhan hidup layak dapat meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas nasional. Dari gambaran itu, timbul permasalahan, sampai saat ini belum ada kriteria atau parameter yang digunakan sebagai penetapan kebutuhan hidup layak itu. Penelitian ini menyusun perangkat komponen kebutuhan hidup layak berikut jenis-jenis kebutuhan untuk setiap komponen.
Sumber data yang diperoleh dari responden di lapangan menunjukkan, dari komponen dan jenis kebutuhan hidup minimum yang diajukan kepada responden terdapat lima jenis komponen, yaitu:
·         makanan dan minuman
·         perumahan dan fasilitas
·         sandang
·         kesehatan dan estetika
·         aneka kebutuhan
Dengan dasar yang terdapat dalam komponen KHM sebagi awal tujuan kebutuhan hidup layak, ternyata sebagian besar responden menyetujui jenis dan komponen yang terdapat dalam KHM. Hanya saja, perlu mendapat perubahan: kualitas dari barang yang diajukan dan kuantitas jumlah barang yang dibutuhkan perlu ditambah. Begitu juga pekerja, harus dapat menyisihkan hasil yang diterima paling tidak sebesar 20 persen sebagai tabungan.

Upah Minimum Provinsi (UMP) 2014
Pemerintah Kota/Daerah di setiap tingkat pemerintahan (Propinsi, Kabupaten/Kotamadya) dibantu rekomendasi dari Dewan Pengupahan telah membuat dan menetapkan Upah Minimum baru untuk tahun 2014. Berikut adalah daftar Provinsi yang sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi 2014

NO.
PROVINSI
KETERANGAN

2013
2014
Persentase Kenaikan (%)
1
NANGGROE ACEH D. 
 Rp   1,550,000
 Rp   1,750,000
13%

2
SUMATERA UTARA  
 Rp   1,375,000
 Rp   1,505,850
10%

3
SUMATERA BARAT  
 Rp   1,350,000
 Rp   1,490,000
10%

4
RIAU 
 Rp   1,400,000
 Rp   1,700,000
21%

5
KEPULAUAN RIAU  
 Rp   1,365,087
 Rp   1,665,000
22%

6
JAMBI    
 Rp   1,300,000
 Rp   1,502,300
16%

7
SUMATERA SELATAN  
 Rp   1,350,000
 Rp   1,825,600
35%

8
BANGKA BELITUNG  
 Rp   1,265,000
 Rp   1,640,000
30%

9
BENGKULU    
 Rp   1,200,000
 Rp   1,350,000
13%

10
LAMPUNG  
 Rp   1,150,000
 Rp   1,399,037
22%

11
JAWA BARAT    
 Rp     850,000
 Rp   1,000,000
18%

12
DKI JAKARTA   
 Rp   2,200,000
 Rp   2,441,301
11%

13
BANTEN 
 Rp   1,170,000
 Rp   1,325,000
13%

14
JAWA TENGAH   
 Rp     830,000
 Rp     910,000
10%

15
YOGYAKARTA  
 Rp     947,114
 Rp     988,500
4%

16
JAWA TIMUR   
 Rp     866,250
 Rp   1,000,000
15%

17
BALI   
 Rp   1,181,000
 Rp   1,542,600
31%

18
N T B  
 Rp   1,100,000
 Rp   1,210,000
10%

19
N T T   
 Rp   1,010,000
 Rp   1,150,000
14%

20
KALIMANTAN BARAT  
 Rp   1,060,000
 Rp   1,380,000
30%

21
KALIMANTAN SELATAN   
 Rp   1,337,500
 Rp   1,620,000
21%

22
KALIMANTAN TENGAH   
 Rp   1,553,127
 Rp   1,723,970
11%

23
KALIMANTAN TIMUR    
 Rp   1,752,073
 Rp   1,886,315
8%

24
MALUKU 
 Rp   1,275,000
 Rp   1,415,000
11%

25
MALUKU UTARA  
 Rp   1,200,622
 Rp   1,440,746
20%

26
GORONTALO  
 Rp   1,175,000
 Rp   1,325,000
13%

27
SULAWESI UTARA   
 Rp   1,550,000
 Rp   1,900,000
23%

28
SULAWESI TENGGARA
 Rp   11,25,207
 Rp   14,00,000
24%

29
SULAWESI TENGAH  
 Rp     995,000
 Rp   1,250,000
26%

30
SULAWESI SELATAN    
 Rp   1,440,000
 Rp   1,800,000
25%

31
SULAWESI BARAT
 Rp   1,165,000
 Rp   1,400,000
20%

32
PAPUA  
 Rp   1,710,000
 Rp   1,900,000
11%

33
PAPUA  BARAT 
 Rp   1,720,000
 Rp   1,870,000
9%



Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidupmelek hurufpendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara majunegara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Angka IPM Indonesia dari tahun ke tahun:
1.   Tahun 1980 = 0,522
2.   Tahun 1985 = 0,562
3.   Tahun 1990 = 0,624
4.   Tahun 1995 = 0,658
5.   Tahun 2000 = 0,673
6.   Tahun 2003 = 0,709
7.   Tahun 2004 = 0,714
8.   Tahun 2005 = 0,723
9.   Tahun 2006 = 0,729
10. Tahun 2007 = 0,734
11. Tahun 2008 = perhitungan baru diberlakukan
12. Tahun 2009 = 0,593
13. Tahun 2010 = 0,600
14. Tahun 2011 = 0,617
15. Tahun 2013 = 0,629
Catatan:

Pada tanggal 18 Desember 2008 diluncurkan sistem penghitungan baru tehadap IPM dengan memasukan GDP PPP yang baru. Hal ini berakibat pada berubahnya angka IPM setiap negara dan rangkingnya terhadap dunia.


Laporan  IPM 2006

Laporan ini diumumkan di Cape Town, Afrika Selatan pada 9 November 2006.

30 Besar IPM (0.965 sampai 0.885)

1.   Norwegia 0.965 (▬)
2.   Islandia 0.960 (▬)
3.   Australia 0.957 (▬)
4.   Republik Irlandia 0.956 (▲ 4)
5.   Swedia 0.951 (▲ 1)
6.   Kanada 0.950 (▼ 1)
7.   Jepang 0.949 (▲ 4)
8.   Amerika Serikat 0.948 (▲ 2)
9.   Belanda 0.947 (▲ 2)
10. Swiss 0.947 (▬)
11. Finlandia 0.947 (▲ 2)
12. Luksemburg 0.945 (▼ 8)
13. Belgia 0.945 (▼ 4)
14. Austria 0.944 (▲ 3)
15. Denmark 0.943 (▼ 1)
16. Britania Raya 0.942 (▲ 1)
17. Perancis 0.940 (▼ 1)
18. Italia 0.940 (▼ 3)
19. Spanyol 0.938 (▲ 2)
20. Selandia Baru 0.936 (▼ 1)
21. Jerman 0.932 (▼ 1)
22. Hong Kong 0.927 (▬)
23. Israel 0.927 (▬)
24. Yunani 0.921 (▬)
25. Singapura 0.916 (▬)
26. Korea Selatan 0.912 (▲ 2)
27. Slovenia 0.910 (▼ 1)
28. Portugal 0.904 (▼ 1)
29. Siprus 0.903 (▬)
30. Republik Ceko 0.885 (▲ 1)

3 besar / 3 terendah per wilayah

Afrika

047. Seychelles 0.842 (▲ 4)
063. Mauritius 0.800 (▲ 2)
064. Libya 0.798 (▼ 6)
...
175. Mali 0.338 (▼ 1)
176. Sierra Leone 0.335 (▬)
177. Niger 0.311 (▬)
Asia

007. Jepang 0.949 (▲ 4)
022. Hong Kong 0.927 (▬)
023. Israel 0.927 (▬)
...
138. Nepal 0.527 (▼ 2)
142. Timor Leste 0.512 (▼ 2)
150. Yaman 0.492 (▲ 1)
Eropa

001. Norwegia 0.965 (▬)
002. Islandia 0.960 (▬)
004. Republik Irlandia 0.956 (▲ 4)
...
097. Georgia 0.743 (▲ 3)
099. Azerbaijan 0.736 (▲ 2)
114. Moldova 0.694 (▲ 1)
Amerika Utara

006. Kanada 0.950 (▲ 1)
008. Amerika Serikat 0.948 (▲ 2)
031. Barbados 0.879 (▼ 1)
...
117. Honduras 0.683 (▼ 1)
118. Guatemala 0.673 (▼ 1)
154. Haiti 0.482 (▼ 1)
Oseania

003. Australia 0.957 (▬)
020. Selandia Baru 0.936 (▼ 1)
055. Tonga 0.815 (▼ 1)
...
119. Vanuatu 0.670 (▼ 1)
128. Kepulauan Solomon 0.592 (▬)
139. Papua Nugini 0.523 (▼ 2)
Amerika Selatan

036. Argentina 0.863 (▼ 2)
038. Chili 0.859 (▼ 1)
043. Uruguay 0.851 (▲ 3)
...
091. Paraguay 0.757 (▼ 3)
103. Guyana 0.725 (▲ 4)
115. Bolivia 0.692 (▼ 2)


Ketimpangan Distribusi Pendapatan
 

Pengertian Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999). Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan distribusi di Negara Sedang Berkembang:
1.    Pertumbuhan penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita
2.    Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang
3.    Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
4.    Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
5.    Rendahnya mobilitas social
6.    Pelaksanaan kebijakan industry substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
7.    Memburuknya nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan Negara- Negara maju, sebagi akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor NSB
8.    Hancurnya industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga, dan lain-lain
Michael P. Todaro dalam bukunya Pembangunan Ekonomi menjelaskan bahwa pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan.

Pengukuran Distribusi Pendapatan
Ada beberapa indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Berikut beberapa contohnya.
1.    Koefisien Gini (Gini Ratio)

Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut Kurva Lorenz, seperti yang diperlihatkan kurva di atas ini.
Dalam Kurva Lorenz, Garis Diagonal OE merupakan garis kemerataan sempurna karena setiap titik pada garis tersebut menunjukkan persentase penduduk yang sama dengan persentase penerimaan pendapatan. Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan ruas segitiga OPE.
Semakin jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya. Pada kasus ekstrim, jika pendapatan didistribusikan secara merata, semua titik akan terletak pada garis diagonal dan daerah A akan bernilai nol. Sebaliknya pada ekstrem lain, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, luas A akan sama dengan luas segitiga sehingga angka koefisien Gininya adalah satu (1). Jadi suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai koefisien Gininya mendekati satu.

Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Rumus Koefisien Gini adalah sebagai berikut:
dimana:
  • GR       =    Koefisien Gini (Gini Ratio)
  • Pi        =    frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
  • Fi       =    frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelaspengeluaran ke-i
  • Fi-1     =    frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelaspengeluaran ke-(i-1)
            Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada sumbu vertikal. Ini menghasilkan kurva Lorenz seperti yang ditunjukkan pada gambar. Garis diagonal mewakili pemerataan sempurna. Koefisien Gini didefinisikan sebagai A/(A+B), dimana A dan B seperti yang ditunjukkan pada grafik. Jika A=0 koefisien Gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna, sedangkan jika B=0 koefisien Gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan sempurna. Namun, pengukuran dengan menggunakan Koefisien Gini tidak sepenuhnya memuaskan.
Daimon dan Thorbecke (1999) berpendapat bahwa penurunan ketimpangan (perbaikan distribusi pendapatan) selalu tidak konsisten dengan bertambahnya insiden kemiskinan, kecuali jika terdapat dua aspek yang mendasari inkonsistensi tersebut. Pertama, variasi distribusi pendapatan dari kelas terendah meningkat secara drastis sebagai akibat krisis. Kedua, merupakan persoalan metodologi berkaitan dengan keraguan dalam pengukuran kemiskinan dan indikator ketimpangan. Beberapa kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baikmisalnya sebagai berikut.
  • Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat,ukuran ketimpangan tidak akan berubah. Koefisien Gini memenuhi syarat ini.
  • Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size independence). Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, kondisi lain tetap (ceteris paribus). Koefisien Gini juga memenuhi syarat ini.
  • Simetris. Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuran ketimpangan. Koefisien Gini juga memenuhi hal ini.
  • Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke si miskin akan menurunkan ketimpangan. Gini juga memenuhi kriteria ini.
Ukuran ketimpangan yang baik juga diharapkan mempunyai sifat sebagai berikut.
  • Dapat didekomposisi
Hal ini berarti bahwa ketimpangan mungkin dapat didekomposisi (dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber pendapatan atau dalam dimensi lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi atau tidak bersifat aditif antar kelompok, yakni nilai total koefisien Gini dari suatu masyarakat tidak sama dengan jumlah nilai indeks Gini dari sub-kelompok masyarakat (sub-group).
  • Dapat diuji secara statistic
Seseorang harus dapat menguji signifikansi perubahan indeks antar waktu. Hal ini sebelumnya menjadi masalah, tetapi dengan teknik bootstrap interval (selang) kepercayaan umumnya dapat dibentuk.

Tabel berikut ini memperlihatkan patokan yang mengatagorikan ketimpangan distribusi berdasarkan nilai koefisien Gini.
Nilai Koefisien Gini
Distribusi Pendapatan
.... < 0,4
Tingkat ketimpangan rendah
0,4 < 0,5
Tingkat ketimpangan sedang
.... > 0,5
Tingkat ketimpangan tinggi

2. Ukuran Bank Dunia
Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin. Kriterianya dapat dilihat pada tabel berikut.
Distribusi Pendapatan
Tingkat Ketimpangan
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
Tinggi
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
12%–17% dari keseluruhan pengeluaran
Sedang
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
> 17%  dari keseluruhan pengeluaran
Rendah

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini, analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis, dapat menggunakan dua ukuran untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini Ratio) dan Ukuran Bank Dunia.
Bank Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk.
Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut.
  • Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi.
  • Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang/menengah;
  • Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.

Penyebab Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Cara Mengatasi Ketimpangan Tersebut
 
Pembagian atau distribusi pendapatan di Indonesia kian timpang. Hal tersebut tampak dari makin menngkatnya Indeks Gini Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indeks Gini mengukur distribusi pendapatan suatu negara. Besarnya Indeks Gini antara 0 (nol) sampai 1 (satu). Indeks Gini sama dengan 0 (nol) menunjukkan bahwa distribusi pendapatan merata sempurna, sementara Indeks Gini sama dengan 1(satu) menunjukkan distribusi pendapatan sama sekali tidak merata. Berdasarkan data, Indeks Gini Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2005 besarnya Indeks Gini adalah 0,32, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi 0,37, dan kembali meningkat menjadi 0,41 pada tahun 2011.
Ada beberapa sebab mengapa ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia kian parah. Pertama, ketimpangan dalam distribusi asset. Ketimpangan tersebut terlihat sangat parah terutama di sektor pertanian. Lahan yang sempit tentu tidak mencukupi bagi petani untuk memperoleh tingkat pendapatan yang layak. Untuk sektor yang lain, bisa terlihat dengan jelas bagaimana perusahaan atau pengusaha sedang dan besar dengan mudah mendapatkan kredit dengan agunan hanya nama baik, sementara Usaha Menengah, Koperasi, dan Mikro (UMKM) setengah mati untuk mendapatkan kredit.
Kedua, masih besarnya pekerja di sektor informal dengan tingkat pendapatan yang rendah dan tiadanya  jaminan kepastian usaha di masa depan. Tingginya pekerja di sektor informal disebabkan makin padat modalnya teknologi produksi yang digunakan oleh para pengusaha. Hal tersebut terlihat dari makin kecilnya kesempatan kerja yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal tersebut terlihat jelas misalnya di Industri rokok dimana rata-rata pabrik rokok sekarang hanya mempertahankan para pekerja lama yang rata-rata sudah lanjut usia. Sementara untuk proses produk secara bertahap akan digantikan oleh mesin.  Sebab lain lagi adalah justru tumbuhnya sektor-sektor jasa (yang sering disebut non-tradable) seperti perdagangan dan jasa keunagan (bank dan lembaga keuangan lain) yang menyerap sedikit tenaga kerja melebihi pertumbuhan sektor produksi seperti manufaktur dan pertanian. Kondisi ini diperparah dengan masih berlakunya sistem alih daya (out sourcing) dalam perekrutan tenaga kerja dimana pengusaha bisa sewaktu-waktu memecat.
Sebab ketiga dari makin memburuknya distribusi pendapatan di Indonesia adalah akibat kesalahan kebijakan pemerintah. Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang memperburuk distribusi pendapatan adalah pemberian subsidi BBM dan listrik. Padahal subsidi BBM dan listrik yang kian besar itu sebagian besar dinikmati oleh golongan menengah ke atas.
Kebijakan subsidi lain yang kurang mengena pada sasaran adalah subsidi pupuk. Hal tersebut ditengarai disebabkan oleh akses petani kaya kepada oknum pemerintah dan distributor pupuk yang lebih besar dibanding petani miskin dan juga modal yang besar dari petani kaya memungkinkan mereka menumpuk pupuk dalam jumlah besar di gudangnya.
Ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM, Listrik, dan pupuk mempertimpang distribusi pendapatan lewat dua jalur. Jalur pertama, memperkuat daya ekonomi (daya usaha dan pendapatan) golongan kaya karena pengeluaran mereka bisa ditekan lewat subsidi yang mereka nikmati. Dan jalur kedua, lewat pengeluaran dalam APBN yang sebenarnya bisa untuk program pengentasan kemiskinan atau program lain yang pro rakyat miskin tetapi salah alokasi untuk subsidi bagi golongan yang seharusnya tidak menerima.

Cara mengatasi ketimpangan distribusi pendapatan?
Pertama,  harus ada kebijakan untuk meredistribusi asset agar golongan tidak mampu bisa memperoleh asset sebagai modalnya untuk berusaha. Cara lain adalah dengan membentuk pertanian kolektif seperti di China, dimana lahan-lahan pertanian yang sempit dijadikan satu (dikonsolidasikan) lalu dikerjakan secara bersama dan hasilnya dibagi bersama. Pada sektor yang lain, Pemerintah membentuk Badan Asuransi Kredit bagi UMKM. Dengan adanya badan tersebut maka akan meningkatkan akses UMKM terhadap kredit usaha yang diberikan oleh bank.
Kedua, meminimalkan bertambahnya pekerja di sektor informal. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mendorong pertumbuhan sektor produksi (pertanian dan industri) sehingga  bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. Untuk sektor pertanian misalnya dengan mendorong petani beralih ke tanaman yang nilai ekonomisnya lebih tinggi misalnya ke tanaman hortikultura. Pembatasan atau penghapusan sistem alih daya (outsourcing) bisa pula dipertimbangkan agar tidak mudah terjadi PHK yang kemudian mendorong orang bekerja di sektor informal.
Ketiga, penghapusan subsidi BBM dan listrik dan diganti dengan program lain yang lebih tepat sasaran bagi rakyat miskin perlu dilakukan.

Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Kemiskinan

Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan distribusi pendapatan merupakan salah satu inti masalah pembangunan,terutama di Negara Sedang Berkembang.
Todaro dan Smith (2004), mengatakan penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak daerah. Menurut Todaro (2000), pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan.
Penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.

Alternatif Kebijakan 
 Beberapa alternatif kebijakan yang mungkin diambil untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan, antara lain:
1.    Memperbesar alokasi anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan kaum miskin
2.    Sistem pajak yang progresif
3.    Pengurangan subsidi BBM untuk dialokasikan pada pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja



No comments:

Post a Comment